Apa saja yang menjadi faktor penghambat adopsi big data di Indonesia yang membuat banyak perusahaan belum tergerak untuk memanfaatkan teknologi ini?
Menurut Beno K. Pradekso, CEO dari perusahaan Solusi247, perusahaan yang menyediakan layanan big data, implementasi teknologi tersebut memang tidak bisa dilakukan secara big bang, atau tiba-tiba.
"Kami tidak menganjurkan untuk mengubah infrastruktur yang ada tiba-tiba menjadi infrastruktur baru untuk mendukung big data," ujar Beno kepada KompasTekno saat dijumpai di acara Konferensi Big Data Indonesia 2014, Rabu (3/12/2014).
Karena itu, seringkali perusahaan-perusahaan berpikir bahwa jika ingin menggunakan big data, mereka harus mengubah infrastruktur yang sudah mereka gunakan selama ini.
"Tantangannya adalah kita seringkali dianggap ingin me-replace sesuatu (infrastruktur atau server) yang sudah ada," kata Beno.
Padahal, menurutnya, solusi big data bisa diadopsi secara co-exist dan bertahap. Perusahaan-perusahaan yang ingin mengadopsi solusi layanan big data bisa memulai dengan mencoba dengan menggunakan PC yang murah.
"Modalnya bisa dibawah Rp 30 juta, bahkan dengan laptop-laptop pun bisa" kata Beno.
Ditambahkan olehnya, teknologi yang mendukung big data itu bersifat scalable (bisa ditingkatkan di masa mendatang), cost-effective, dan bisa jadi ke nanti depannya akan sangat kompleks.
Pada saat data yang banyak, teknologi yang cost-effective ini akan kesulitan dalam menangani tipe data dan kecepatan. Namun dari sisi software, teknologi big data yang berasal dari open source dari awal memang telah didesain untuk menangani data dalam jumlah yang besar.
Tantangan lainnya menurut Beno adalah, pandangan bahwa big data itu sering dipandang sebagai tools analytic, yang digunakan untuk melakukan analisa sesuatu hal yang kompleks yang mungkin belum banyak orang-orang di Indonesia yang memahami.
Solusi247 sendiri, disebut Beno, telah melakukan beberapa inisiatif untuk memecahkan tantangan-tantangan dari solusi big data tersebut, seperti inisitatif data sains yang dilakukannya bersama universitas-universitas di Indonesia.
Namun solusi tersebut disebutnya bukan tanpa hambatan, karena data sains yang dikembangkan itu menggabungkan beberapa pengetahuan dari lintas disiplin ilmu, seperti matematika, statistika, data mining, dan yang tak kalah penting adalah masukan dari pelaku yang telah terjun di industri.
"Universitas masih membutuhkan orang-orang pelaku dari industri, seperti banking dantelko, yang benar-benar memahami adalah orang industri," demikian ujar Beno.
0 komentar: